Jumat, 29 Agustus 2008

Read or Die: Why?

Bagaimana mungkin studio desain ngerasa butuh dan kepikiran buat bikin program baca buku?. Ngedesain mah ngedesain aja. Bisnis mah bisnis aja. Ngapain musti baca, apalagi bikin program baca buat internal? Apa nggak berlebihan? ... Yeah. Right. Sepintas emang gada hubungan dan nggak populer buat satu studio desain - apalagi dalam konteks NLG Studio sebagai institusi bisnis atau industri - bikin program baca internal. Sekilas juga ini terkesan mengada-ada, buang-buang waktu atau 'sok intelek' atau lainnya. But first, please picture this out:

1. Ide, pada dasarnya adalah jiwa dari seluruh aktifitas desain. Dan sejak desainer, manajer dan seluruh SDM dalam satu organisasi desain sangat kekurangan akses pada sumber-sumber ide: tontonan, bacaan, obrolan, dsb, dsb, bagaimana pula orang-orang ini bisa lancar beride?. Bagaimana pula organisasi bisa bertahan dengan terobosan-terobosan, kalau orang-orangnya sulitide (sulit ide)?
2. Book & Book Cover Design adalah project yang paling dominan dikerjakan oleh NLG Studio. Bagaimana pula bisa lancar mendesain buku atau kover buku seandainya desainer dan orang yang berhubungan dengan aktifitas ini tidak senang membaca, tidak tahu atau sedikit sekali pengetahuan tentang buku? bagaimana bisa merancang ide desain buku kalau - karena ketidak biasaannya - desainer tidak bisa mengimajinasikan dan menafsirkan esensi/ gagasan dasar yang ada dibalik setiap buku yang menjadi projectnya?
3. Tidak memerlukan terlalu banyak waktu bagi kami untuk yakin bahwa movie designer/ movie art director memang harus mencintai film - dan - dunia - perfilm-an, seperti pemusik yang harus mencintai musik. Bukan hanya atas hubungannya dengan kelancaran ide dan aktifitas teknis, tapi juga bahwa dengan mencintai maka akan tumbuh pula semangat; passion. Passion inilah yang akan menjadi jiwa dari semua ketekunan dan membuahkan banyak keajaiban dalam proses maupun karya. Hanya orang-orang yang mencintai buku-lah yang akan tetap bersemangat untuk memahami sebuah buku meskipun topik atau bahasanya sulit, hanya orang-orang dengan passion membaca buku yang kuat-lah yang akan menghasilkan karya-karya desain, terobosan manajemen, kehumanasan dalam perbukuan yang kosisten pula. Orang-orang, dan hanya orang orang seperti inilah yang bisa bertahan lebih dari banyak oportunis, dalam semrawutnya industri penerbitan, dan industri-industri lain di Indonesia.

So. We end up with this Read or Die program. Setiap peserta, secara bergilir (dengan sistem pengundian giliran kayak arisan) harus membaca buku - teks dan juga desain visualnya, mempresentasikan hasil bacaannya di forum R.O.D seminggu sekali, dan mempublikasikan review buku tersebut di blog ini. Di setiap akhir forum, dilakukan pengundian presenter baru dan buku yang harus dibacanya. Seluruh proses ini dinilai oleh seluruh peserta R.O.D. - menurut berbagai kriteria - melalui sistem point yang bisa dikonversikan dalam nilai rupiah. Nah, nominal inilah yang kemudian bisa ditabung atau langsung dibelanjakan oleh peserta dalam bentuk buku pilihannya sendiri.

Begitu seterusnya sampai setiap peserta memperoleh giliran baca dan presentasi. Bila terbukti mengasyikkan, sangat boleh jadi program ini diulang terus dengan mekanisme yang sama dan judul-judul buku yang berbeda. Pengennya sih setiap peserta yang lulus per berapa sesi bisa dapet merchandise R.O.D, semacam; Master of R.O.D atau R.O.D. Awards, bisa bentuk pin, t-shirt, atau gadget lainnya.

Minggu ini prototype program kombinasi klab baca, arisan buku, dan kompetisi ini bakal mulai dieksekusi. Kami sedang merancang logo, properti acara, keanggotaan, merchandise, dsb. Minggu depan rencananya musti sudah ada review satu judul buku di blog ini, yang berarti sudah ada satu presenter, satu staff studio yang jadi 'korban', dan 'martir' ;-) program ini . Mudah-mudahan lancar.

Tidak ada komentar: