Rabu, 05 November 2008

Book Review: Stephen King on Writing



Bisa dikatakan, bahwa salah satu hal terberat dalam proses me-review buku ini adalah memasang “kacamata objektif” pada diri saya. Bagaimana tidak, saya adalah salah satu dari jutaan penggemar Stephen King & karya2 nya. Jadi tentu saja untuk menyajikan sebuah review yang mungkin nantinya bakal dijadikan sebuah rujukan oleh pembaca awam merupakan sebuah “pekerjaan berat” (Mungkin ini kali yha..salah satu efek dari sikap nge-fans/fanatis). Tapi setidaknya saya akan berjuang.meredam luapan ode saya lewat baris -baris kata dibawah ini! Pliz, Cek & Enjoy it..

Tentang Tulisan
Judul asli buku ini adalah On Writing : A Memoir of the Craft. Sebuah buku non-fiksi pertama karya penulis besar Stephen King. Karya yang lahir disaat insidental. Saat penulisnya terbaring dalam masa penyembuhan kecelakaan. Sebuah konsep karya yang tidak pernah terpikirkan dan sempat dipesimiskan sendiri olehnya. Bagaimana tidak, King selama ini dikenal sebagi penulis horror - thriller fiksi ternama asal Amerika Serikat.

Pada dasarnya, On Writing adalah sebuah buku panduan menulis. Tapi, King (& pastinya juga momen proses kreatifnya — dimana ia mengalami kecelakaan) membuat buku ini menjadi berbeda dari buku sejenis lainnya. Sangat membumi, murah hati dan berlandaskan pengalaman nyata. Buku “kompilasi” yang sangat inspirasional. Gabungan antara memoar, autobiografi, & panduan menulis yang tentu juga akan menimbulkan masalah identifikasinya. Setidaknya bakal jadi pekerjaan tambahan untuk para pekerja penata buku di toko buku dalam pengklasifikasian display-nya. Hehe..

Buku ini dibuka dengan sebuah memoar yang ia namai dengan CV. Sebuah bagian yang menceritakan tentang perjalanan & kondisi hidupnya yang pada akhirnya membentuk kepribadian dan keinginannya untuk menjadi seorang penulis seperti sekarang ini. Dibagian ini kita akan “berkenalan” dengan Dave – sang kakak - yang sangat kreatif dan ibunya, Mom. Lalu bagian kisah asmaranya dengan Tabitha – penulis yang akhirnya menjadi istrinya – pun tak lupa dicantumkannya. Bagian ini berbicara bahwa karakter kultur/kepribadian & kualitas kreatifitas seseorang salah satunya sangat dipengaruhi oleh kehidupan di lingkungan sekitar kita. Lihat, bagaimana King dapat menghasilkan novel Carrie yang diawali oleh ide “penemuan” pembalut wanita di kamar mandi tempat ia bekerja membersihkannya yang dihubungkan dengan pengetahuan mengenai telekinesis yang ia baca dari majalah. Pada tahap pengembangan idenya menjadi naskah, King sempat frustasi. Khususnya karena minimnya pengetahuan mengenai perihal menstruasi dan prilaku kekejaman pada remaja. Disitulah Tabitha – sang istri – membantu memberikan pengetahuannya.

Bagian selanjutnya dinamainya dengan “Tentang Menulis”. Bagian ini pada dasarnya adalah jawaban dan paparan atas pertanyaan-pertanyaan yang sering ia jumpai pada saat ia mengadakan seminar/pertemuan menulis maupun pertanyaan harapan yang ingin ia dapat dari orang padanya menyangkut kebahasaan. Menariknya, semuanya tetap disajikannya dalam bentuk cerita yang menarik & tidak terkesan menggurui.
Ada 2 tesis mengenai penulisan yang ia ingin ajukan sebagai inti bagian dari buku ini. Pertama, tulisan yang bagus berisi atas hal-hal mendasar (kosakata, tata bahasa, unsur-unsur gaya tulisan). Kedua, meskipun tidak mungkin mengubah penulis yang buruk menjadi penulis yang kompeten, dan sama tak mungkinnya mengubah penulis penulis baik menjadi penulis hebat, sangat mungkin untuk menjadi penulis yang baik daripada sekedar penulis yang kompeten. Dan ini dapat dilakukan dengan banyak kerja keras, dedikasi & bantuan yang tepat.

Melalui buku ini, sejenak Stephen King “meminjamkan” cara & pengalaman berpikirnya pada kita lewat ilustrasi kehidupan nyatanya yang ia ceritakan dengan sangat fasih, bersudut pandang tajam namun tetap berkesan akrab dan ceria.

Sebagian orang mungkin akan memandang skeptis kehadiran buku ini. Menganggap bahwa buku ini adalah project pengisi waktu luang di masa penyembuhan lukanya sebagai sebuah upaya menjaga pamor disaat King mungkin tak berdaya. Dengan kualitas individu serta raihan atas karya sebelumnya, saya rasa King tak butuh ini. Seperti kasus2 musisi/band yang mengeluarkan album “The Best” di saat kevakumannya. Ekspektasinya jauh lebih dari itu. Kejadian kecelakaan seperti banyak memberikan perubahan dan pencerahan baginya. Yang lewat itu semua ia ingin membagikannya pada kita. Lewat sebuah karya yang ia rangkai dan kemas dengan dunianya, menulis!

Saran pertama saya, nikmatilah buku ini diwaktu senggang dan dalam kondisi diri berkapasitas konsentrasi baik..Kalau tidak kita akan dibingungkan oleh banyaknya nama tokoh dan tempat yang akan kita temui dalam buku ini. Apalagi untuk orang yang belum pernah membaca karya King sebelumnya. Karena kadang dalam penceritaaannya, nama tokoh dan tempat tsb “bercampur” dengan nama & tokoh kehidupan nyata King.
Saran kedua saya, segera ambil buku ini, buka tiap lembarnya, ikuti aluran guratan huruf-huruf pada setiap katanya dan nikmati “perjalanan” bersama sang maestro kita, Stephen Edwin King!

Tentang Desain
Salah satu kekhasan yang dimiliki oleh desain buku-buku Stephen King adalah pendistorsian ukuran fonts pada nama penulis. Terkadang size –nya hampir/malah lebih besar dibanding judul buku. (kasus yang bakal sering kita temui pada buku karya penulis top di luar seperti John Grisham —misalnya. Di Indonesia penulis semacam Vira Lestari melakukan hal yang sama).

Kekhasan desain tsb nampaknya dipahami oleh desainer cover buku ini. (Andreas Kusumahadi) sehingga ia tetap mempertahankan pola tadi. Sengaja atau tidak, proses kreatif (adaptasi) tadi seperti berimbas pula pada ide dasar cover buku versi Indonesia-nya ini yang (hampir) sama dengan versi luarnya



Menampilkan visual dengan object jendela/interior ruangan (hoomy). Mungkin sebuah ilustrasi yang menggambarkan tentang personalitas, privasi atau spiritualtas penulis & proses kreatifnya (setidaknya itu yang saya tangkap). Hanya saja desain cover versi Indonesia-nya ini tampil lebih klasik, suram & “berat”. Kesan –kesan tsb mungkin muncul akibat warna, jenis fonts dan ilustrasinya (Entahlah, saya teringat pada poster film-film bersetting kekastilan Eropa semisal Kingdom of Heaven, Lord of The Rings & Harry Potter). Saya pikir, desainer cover ini selain berusaha mempertahankan sebuah pola diatas tadi, juga berusaha memunculkan identitas penulis yang banyak menelurkan karya bergenre horror lewat nuansa yang dibangun melalui perkakas visualnya tadi. Hanya saja menurut saya ekpresi visualnya terlalu emotif. Kalau saja saya tidak mengenal Stephen King, mungkin saya akan mengira buku ini adalah sebuah cerita fiksi tentang raja, pujangga atau penulis dijaman kekastilan – layaknya William Shakesphere. (maaf!)

Pada desain visual interior buku, penggunaan sejenis clipart vector pada awal bab & awal sebuah sub bab terasa tidak matching dengan desain cover. Terjadi sebuah ketidakintegrasian arahan desain. Sehingga mengaburkan “usaha” desainer cover dalam menginterpresentasikan identitas buku & penulisnya. Kasus seperti ini kerap terjadi karena ada semacam “jurang” komunikasi antara desainer cover dengan graphic layouter. Satu PR yang mesti diselesaikan oleh para penerbit (termasuk Mizan – Qanita tentunya) kalau mau produk2 mereka menjadi lebih integral. Mungkin semacam pembenahan koordinasi & manajemen kerja antar lini x yha..Agar minimalnya ketika Stephen King menerima kiriman buku ini nun jauh di Amerika sana bisa tersenyum karena karyanya diperlakukan dengan semestinya, hehe!
Contoh gambar ada di halaman 1 dan 5


oleh: Ade Muh. Wantoro

Read more!